SOPPENG, timeberita.com – Pembangunan sejumlah fasilitas di Taman Wisata Alam (TWA) Lejja, Kabupaten Soppeng, menuai sorotan. Bukannya mendukung pariwisata, bangunan-bangunan yang menghabiskan anggaran tersebut justru terbengkalai, tidak difungsikan, dan dituding merusak kawasan hutan konservasi.

Dari pantauan di lapangan, beberapa bangunan seperti terminal parkir dan restoran tampak kosong dan tak terurus. Fasilitas yang dibangun dan selesai pada 2023 itu seolah menjadi monumen pembangunan yang tidak efektif.
Seorang warga setempat, Makka, membenarkan hal tersebut. “Terminal dan restoran itu selesai dibangun bersamaan tahun lalu. Tapi sampai sekarang belum pernah dipakai. Kami heran, untuk apa dibangun kalau tidak digunakan?” ujarnya.
Keadaan ini mendapat kritik tajam dari Ketua Lembaga Pemantau Korupsi dan Aparatur Negara (LPKN) Kabupaten Soppeng, Alfred Surya Putra Panduu. Menurutnya, kondisi ini mencerminkan lemahnya perencanaan dan koordinasi antar instansi pemerintah.
“Kami menilai pembangunan di kawasan TWA Lejja tidak efektif dan cenderung mubazir. Bangunan megah berdiri, tetapi mangkrak. Ini jelas menunjukkan perencanaan yang tidak matang,” tegas Alfred, Senin (27/10/2025).
Dampak Lingkungan yang Disayangkan
Alfred tak hanya menyoroti aspek pemborosan anggaran. Ia menekankan dampak kerusakan lingkungan yang sudah terlanjur terjadi. Terminal parkir dibangun dengan cara menebang sebagian kawasan hutan, namun kini dibiarkan tanpa manfaat yang jelas.
“Kawasan TWA Lejja adalah wilayah konservasi yang semestinya dilindungi. Alih-alih melestarikan, justru ada pembangunan yang merusak hutan tanpa hasil yang nyata. Ini harus dievaluasi serius agar tujuan konservasi dan pariwisata berjalan beriringan, bukan bertolak belakang,” sambungnya.
Desakan untuk Audit Menyeluruh
Menyikapi hal ini, LPKN Soppeng mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan anggaran untuk proyek-proyek di TWA Lejja.
“Kami mendorong adanya audit untuk memastikan setiap rupiah anggaran rakyat benar-benar bermanfaat. Jangan sampai kerusakan lingkungan ini terjadi sia-sia hanya karena perencanaan yang gegabah,” tutup Alfred.
Pihak Pengelola Belum Beri Tanggapan
Sementara itu, upaya untuk mendapatkan konfirmasi dari pihak pengelola, Direktur Utama Perseroda Kabupaten Soppeng, belum membuahkan hasil. Pihaknya tidak merespons panggilan telepon maupun pesan WhatsApp yang dikirim hingga berita ini diturunkan. (Ono/smr)