PAREPARE, timeberita.com – Surat Keputusan (SK) pengangkatan Andi Firdaus Djollong sebagai Direktur Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumda PAM) Tirta Karajae Parepare dinyatakan cacat hukum. Menyikapi hal ini, Wali Kota Parepare Tasming Hamid langsung mencopotnya dan menunjuk Juanna sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
Dinyatakannya SK tersebut cacat hukum memantik reaksi dari lembaga masyarakat. Institute Kebijakan Rakyat (IKRA) Kota Parepare mempertanyakan akuntabilitas penggunaan gaji dan perjalanan dinas, dana lainnya selama Andi Firdaus Djollong menjabat.
Tuntutan Pengembalian Dana ke Kas Negara
Uspa Hakim, Direktur IKRA Parepare, menegaskan bahwa status “cacat hukum” berarti pengangkatan tersebut tidak sah secara hukum. Konsekuensinya, segala dana yang diterima dan digunakan selama periode jabatan yang tidak sah itu harus dikembalikan ke kas negara.
“Secara hukum perdata dan pidana, ini sudah memenuhi syarat pelanggaran hukum. Dana yang digunakan berdasarkan SK yang cacat hukum harus dikembalikan karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” tegas Uspa.
Ia merinci dasar hukum gugatannya, yakni Pasal 1359 dan 1360 KUH Perdata tentang kewajiban mengembalikan keuntungan yang tidak sah. Selain itu, dari sisi pidana, dapat dikenakan pasal penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan penggunaan dana tanpa hak.
“Ironi hukum jangan dibiarkan. Jangan seenaknya tidak mau kembalikan dana yang dia pakai jika memang tidak punya dasar hukumnya,” tandas Uspa.
Pemkot Beda Pendapat: “Tidak Mesti Dikembalikan”
Berbeda dengan tuntutan IKRA, Pemerintah Kota (Pemkot) Parepare memiliki pandangan lain. Andi Adrian Asraf, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkot Parepare, berpendapat bahwa dana tersebut tidak harus dikembalikan.
Alasannya, Andi Firdaus Djollong dinilai telah melaksanakan kewajibannya sebagai direktur, sehingga haknya untuk menerima gaji tetap berlaku.
“Jadi tidak mesti dikembalikan karena Wali Kota hanya mencabut SK-nya, bukan membatalkan dengan menyatakan tidak sah sejak awal,” jelas Andi Adrian, memberikan argumentasi hukum Pemkot.
IKRA Siap Ajukan Gugatan untuk Kepastian Hukum
Menanggapi pernyataan Pemkot tersebut, Uspa Hakim menyatakan bahwa perbedaan penafsiran hukum ini perlu diselesaikan di meja hijau. IKRA bertekad untuk mengajukan gugatan guna mendapatkan kepastian hukum.
“Kami siap ajukan masalah ini ke ranah hukum secara perdata maupun pidana. Ini untuk menegaskan bahwa produk hukum yang dilanggar harus ada konsekuensinya, termasuk pengembalian dana,” pungkas Uspa.
Konflik hukum ini diprediksi akan berlanjut ke pengadilan, dimana hakim yang akan memutuskan kewajiban pengembalian dana dari sebuah SK yang cacat prosedur. (**)