SOPPENG, timeberita.com — IKA SMP Negeri 1 Batu-Batu Gelar Diskusi Interaktif terkait Pengerukan Danau Tempe/Tappareng’Nge dan Pengelolaan Bendungan Gerak Wajo yang memberikan Dampak Negatif terhadap Masyarakat.(Sabtu, 13 Mei 2023).
Diskusi yang dilaksanakan pada pukul 20.00 WITA ini dihadiri oleh 4 narasumber yang memiliki kompetensi. Mereka adalah Kadis Pertanian dan Perikanan Kabupaten, Erman Asnawi, Dosen dan Peneliti dari Universitas Lamappapoleonro Soppeng, Muh. Said, aktivis NGO dan Peneliti Kebencanaan, Nurhady, dan Warga dari pinggir Danau Tempe, H. Nurhan. Selain narasumber tersebut hadir juga 3 orang anggota DPRD Kabupaten Soppeng yang berasal dar Kecamatan Marioriawa, yaitu Andi Wadeng, Chandra Muhtar dan Nasfiding.
Diskusi yang dibuka oleh Ketua IKA SMP Negeri Batu-Batu, H. Sudirman Numba ini berjalan interaktif dan menarik. Selain karena diskusi ini didasari oleh hasil penelitian tentang dampak pengerukan dan pengelolaan bendungan gerak, juga adanya testimoni dari warga di pesisir danau tempe dan alumni IKA SMP Batu-Batu yang terdampak dan paparan Kadis Perikanan tentang 10 permasalahan yang muncul sekarang setelah ada pengerukan dan pengelolaan bendungan gerak.
Dalam paparannya Kadis Perikanan Kabupaten Soppeng menyebutkan bahwa persoalan utama yang sekarang dihadapi masyarakat adalah elevasi air yang tinggi akibat dari curah hujan tinggi, sedimentasi dan adanya bendungan gerak.
Dampak yang muncul adalah punahnya ikan endemik, reproduksi ikan terganggu, elevasi air bertambah, luasan berkurang dan ikan pada palawang tidak bisa dipanen. Muh. Said yang meneliti tentang lingkungan sosial dan karakteristik danau tempe menyebutkan bahwa bendungan gerak bertentangan dengan siklus pasang-surut air yang cocok untuk perkembangan-biakan ikan secara alami di Danau Tempe.
Bendungan gerak menurutnya hanya menguntungkan petani di hulu, tapi merugikan nelayan. Nurhady, Peneliti Danau Tempe terkait kebencanaan memaparkan bahwa bencana yang selalu terjadi di danau tempe dan sekitarnya adalah banjir. Dengan pengaturan ketinggian air yang berada di elevasi 5 meter menyebabkan ancaman banjir terus ada.
Nurhan, tokoh masyarakat yang tinggal daerah pesisir danau tempe membenarkan apa yang disampaikan oleh para peneliti. Bahkan menurutnya masyarakat dipesisir danau sudah sangat merasakan sulitnya mendapatkan penghasilan yang cukup dari menangkap ikan di Danau Tempe. Kesulitan ini sudah dirasakan setelah adanya bendungan gerak. Dan setelah ada pengerukan kondisi di masyarakat semakin sulit, tambahnya.
Penjelasan H. Nurhan ini dikuatkan oleh Kadis Perikanan. Menurutnya Sekarang ini menurut data dari Pemda Kabupaten Soppeng ada 700 nelayan yang terdampak dan merasakan kesulitan. Bahkan dari data Pemda Soppeng yang kemungkinan terkait adalah angka stunting yang meningkat di daerah ini. Kelurahan yang paling tinggi angka stuntingnya adalah Laringgi dan Limpomajang. Limpomajang salah satu daerah pesisir.
Dua anggota DPRD memberikan respon atas persoalan yang mengemuka dalam diskusi ini. Andi Wadeng, politisi dari Golkar menyampaikan tinggi air pernah diatur bahkan sampai 2 meter, namun sekarang bertahan di elevasi 5 meter. Ini yang jadi masalah, namun bila bisa bergerak akan aman
Menurutnya. Hal ini pernah dialogkan dengan pemerintah Provinsi Sulsel, namun itu terhenti sehingga hal Ini perlu aksi nyata dari IKA untuk dapat melakukan advokasi, tambahnya. Hal ini dibenarkan oleh Chandra Muhtar, politisi dari Partai Demokrat. Menurutnya permasalah di danau tempe ini sudah berulang kali disampaikan oleh masyarakat dan anggota DPRD Kabupaten Soppeng sudah pernah menindaklanjutinya, namun selalu terhenti karena pihak yang disebut memiliki kewenangan pengelolaan danau dan bendungan gerak selalu menyatakan bukan kewenangannya sehingga menjadi tidak jelas siapa yang punya kewenangan. Akhirnya solusi yang didorong anggota DPRD tidak berlanjut.
Diskusi dalam 3 jam yang difasilitasi oleh Anwar Razak, salah seorang alumni sekolah ini yang juga aktivis KOPEL Indonesia mengkerucut pada beberapa kesimpulan diantaranya adalah adanya kesepahaman pandangan tentang pengerukan dan pengelolaan bendungan yang berdampak buruk pada kondisi sosial di masyatakat pesisir di Kecamatan Marioriawa. Juga ada kesepakatan untuk membentuk tim advokasi yang merumuskan rekomendasi untuk pemerintah dan mengambil aksi nyata.
Sekertaris IKA SMP Negri Batu-Batu, Andi Asnawi menyampaikan bahwa Tim advokasi ini akan bekerja dalam 2 minggu. Anggota akan segera dibentuk dalam 3 hari ini. Selain itu diskusi ini akan kembali dilakukan termasuk pertemuan dengan pemangku kepentingan, pengelola bendungan gerak, pemerintah provinsi dan Kementerian PUPR bila bahan-bahan advokasi sudah siap. (rls)