BARRU, timeberita.com – Letda Andi Pallawagau, Danramil Palanro, diduga melakukan ancaman dan permintaan sejumlah uang (yang disebut sebagai ‘upetih’ atau ‘unggulan’) kepada seorang pemilik warung di wilayahnya.
Dugaan ini bermula dari pesan WhatsApp yang dikirimkan Andi Pallawagau kepada pemilik warung. Dalam pesannya tertulis:
“Assalamu alaikum. Sebelumnya saya mohon maaf. Sebelum saya mengambil tindakan yang lebih jauh, saya himbau kepada anda agar menghentikan semua kegiatan yang ada di wilayah Kupa. Jangan anda menyesal kalau saya angkat semua perempuan yang ada di sana termasuk anda. Ini bukan ancaman, tapi akan saya buktikan. Tks🙏🏻”
Pesan tersebut dinilai sebagai ancaman yang membuat pemilik warung dan orang-orang di dalamnya merasa tidak aman. Selain pesan pertama, juga beredar pesan kedua yang diduga terkait kasus ini, yang menyebutkan pesan dari Danramil.
Bantahan dari Danramil
Saat dikonfirmasi pada Senin (6/10/2025), Andi Pallawagau membantah keras meminta ‘upetih’ atau mengancam. Ia mengakui mengirim pesan WhatsApp pertama, namun menyangkal pesan kedua.
Menurutnya, maksud pesan itu adalah menertibkan antrean kendaraan di depan warung yang dinilai rawan lalu lintas dan kecelakaan.
“Saya tidak mengancam, saya hanya mengirimkan pesan WhatsApp kepada Mama Aji agar mobil yang antri di depan warungnya ditertibkan karena rawan lalu lintas,” jelasnya.
Ia mengakui bahwa mengatur lalu lintas bukan tugas pokoknya (tupoksi), namun tindakannya dilakukan dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban. “Karena rawan kecelakaan maka saya kirim pesan WhatsApp seperti itu untuk menjaga keamanan dan ketertiban,” kilahnya.
Tanggapan LSM: Tindakan di Luar Kewenangan
Institute Kebijakan Rakyat (IKRa) Parepare-Barru menanggapi tegas kejadian ini. Uspa, Direktur IKRa, menegaskan bahwa aparat seharusnya melakukan pembinaan, bukan ancaman atau permintaan uang.
“Mereka perlu pembinaan, mereka butuh keamanan, bukan diancam seperti itu dengan meminta ‘unggulan’. Jika ini benar, sangat disesalkan seorang aparat melampaui kewenangannya,” tegas Uspa.
Ia juga mempertanyakan metode komunikasi yang digunakan. “Mestinya, jika ada pelanggaran, dilakukan surat resmi atau himbauan, bukan mengirim pesan yang berarac ancaman. Yang mengatur lalu lintas bukan tupoksi Danramil, mestinya hal seperti ini tidak terjadi,” pungkasnya. (**)