PAREPARE, timeberita.com – Mantan Anggota DPRD Kota Parepare, Rahman Saleh, angkat bicara menyikapi penggunaan hak interpelasi oleh anggota DPRD Parepare yang sedang berjalan.
Secara hukum, hak interpelasi memang diatur sebagai bentuk pengawasan DPRD terhadap pemerintah kota. Namun, Rahman Saleh berharap hak ini tidak berujung pada “interkalasi”—istilah yang disematkannya untuk praktik tawar-menawar atau mencari dana.
“Perlu diketahui, ada isu tentang dana Rp.300 juta lalu ditambah uang tunai Rp.20 juta yang konon diinginkan mereka. Padahal, di sisi lain, presiden telah memerintahkan pemerintah daerah untuk menghemat anggaran,” ujarnya.
Mantan legislator dari PKS itu menegaskan, masyarakat harus mengawal proses hak interpelasi ini agar betul-betul murni untuk kepentingan rakyat, bukan menjadi ajang “bergaining” yang tak berujung.
Arsal, sapaan akrab Rahman Saleh, juga menyoroti pernyataan salah seorang anggota DPRD, Yusuf Lapangan, yang menyebutkan agar publik tidak terlalu risau dengan hak interpelasi ini. “Ucapan ini sangat bermakna. Bisa saja ini berujung pada ‘interkalasi’,” tutur Arsal sambil tertawa santai saat dihubungi via WhatsApp, Sabtu (1/11/2025).
Aspirasi Murni atau Permainan Politik?
Di sisi lain, Sappe, anggota legislator Fraksi PKS, menyatakan bahwa tudingan hak interpelasi menjadi alat tawar-menawar adalah wajar, mengingat kemungkinan adanya praktik serupa di masa lalu.
“Tapi perlu diketahui, enam poin yang diajukan dalam hak interpelasi ini murni berasal dari aspirasi masyarakat,” jelas Sappe.
Salah satu contohnya adalah persoalan Lapangan Sepak Bola Andi Makkasau. Lapangan yang dihibahkan untuk sarana olahraga masyarakat itu, menurutnya, justru sering digunakan untuk pameran yang mengganggu aktivitas warga.
“Hal itu menyebabkan masyarakat yang ingin joging lebih banyak berlari di luar lapangan, yang justru mengganggu arus lalu lintas karena jalur tersebut sering ditutup,” jelasnya.
Oleh karena itu, Sappe menegaskan bahwa keenam poin interpelasi tersebut memerlukan jawaban yang jelas dari Pemerintah Kota melalui Wali Kota Parepare. “Saya rasa ini murni. Kami butuh hak jawab dari Wali Kota,” kata legislator dari partai pengusung TSM-MO ini.
Masyarakat Sipil Minta Transparansi dan Ketegasan
Sementara itu, organisasi masyarakat IKRA Parepare menyatakan akan terus mengawal proses hak interpelasi ini. Mereka sepakat bahwa hak interpelasi adalah alat pengawasan yang sah, namun pelaksanaannya harus sesuai ketentuan, bukan untuk mengakomodir kepentingan politik tertentu.
Wali Kota Parepare, Tasming Hamid, dinilai wajar jika menanggapi hal ini dengan sangat hati-hati. Latar belakangnya sebagai mantan anggota DPRD dari Partai Nasdem membuatnya paham betul seluk-beluk hak interpelasi dan dinamika politik di dalamnya.
“IKRA mendorong Wali Kota Parepare untuk bersikap tegas. Jangan sampai proses ini berujung pada tawar-menawar yang justru merugikan masyarakat dan menguntungkan kepentingan politik segelintir anggota DPRD,” tegas perwakilan IKRA.
IKRA berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan terhadap DPRD dan Pemerintah Kota agar hak interpelasi tidak berubah menjadi alat “bergaining” atau yang disebut sebagai “hak interkalasi”. (*/Smr)