PAREPARE, timeberita.com – Hak interpelasi DPRD Kota Parepare yang mengkritik sejumlah kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot), termasuk izin operasional Indomaret, berakhir hanya di ruang rapat tertutup.
Keputusan untuk tidak melanjutkannya ke rapat paripurna menuai kekecewaan dan protes keras, terutama dari partai Pengusul, PKS.
Anggota DPRD Parepare dari Partai PKS, Sappe, menyatakan kekecewaannya yang mendalam. Ia menilai, partai pengusul awalnya bersama PKS mengajukan hak interpelasi, justru “mati suri” dan tidak tau apa alasannya tidak memperjuangkannya hingga ke tahap akhir.
“Kalau seperti ini akhirnya, untuk apa PKS ikut menyetujui hak interpelasi? Mestinya dibawa ke rapat paripurna agar jawaban walikota transparan dan disaksikan publik,” ujar Sappe, merasa aksi protes legislatifnya justru dipermalukan oleh lembaganya sendiri.
Indomaret Dinilai Langgar Perda, Kebijakan Dinilai Tak Adil untuk UMKM
Sappe membeberkan keenam poin dalam hak interpelasi yang menurutnya dijawab Walikota Parepare secara tidak relevan dan tidak logis. Salah satu sorotan utama adalah izin operasional Indomaret yang dinilai secara jelas melanggar Perda No. 10 Tahun 2017.
“Perda Pasal 10 Ayat 1 e mengatur jarak minimal 500 meter. Indomaret ini melanggar regulasi tersebut. Untuk apa perda dibuat jika kebijakan justru bertentangan?” tegas Sappe.
Ia membandingkannya dengan nasib UMKM lokal yang kerap digusur dan direlokasi dengan alasan melanggar perda. “UMKM yang direlokasi ke eks Pasar Seni tak ada pembelinya. Mana keadilannya? Rasanya tidak adil bagi masyarakat kecil, sementara pengusaha besar seperti Indomaret diberi keringanan,” protesnya.
Sorotan Kebijakan Lain: Lapangan Andi Makkasau dan Transfer Dana
Dua isu lain yang turut disorot adalah:
1. Komersialisasi Lapangan Andi Makkasau: Sappe menyatakan lapangan yang dihibahkan untuk kepentingan umum dan olahraga itu justru dikomersialkan dengan event berbiaya tinggi yang memberatkan UMKM. Jawaban walikota dinilai tidak menanggapi substansi masalah hibah.
2. Pemindahan Dana ke BTN: Pemindahan dana pemerintah daerah dari Bank Sulselbar ke Bank BTN dengan alasan bunga yang lebih tinggi dinilai dilakukan tanpa koordinasi dan persetujuan DPRD, menunjukkan lemahnya fungsi kontrol legislatif.
Kekecewaan dan Tuntutan Transparansi
Sappe menyesalkan bahwa jawaban yang dinilainya “tidak berkualitas” dari eksekutif justru membuat sebagian anggota dewan lain “seperti dihipnotis” dan menerima begitu saja, tanpa memperjuangkan hak publik untuk tahu.
“Mestinya sampai ke rapat paripurna supaya kita tau jawabannya secara transparan. Masyarakat bisa menyaksikan dan mendengar langsung. Rapat tertutup justru menimbulkan tanda tanya besar bagi masyarakat. Ini sangat tidak logis,” sesalnya.
Akhir dari hak interpelasi ini dinilai tidak hanya menjadi preseden buruk bagi DPRD Parepare, tetapi juga menguatkan kesan bahwa fungsi pengawasan legislatif terhadap eksekutif semakin lemah. (**)