PAREPARE, timeberita.com – Mantan Direktur Keuangan PDAM Parepare, H Syamsul Latanro (HSL), era walikota Mirdin Kasim atau direktur PDAM Parepare saat itu Ibrahim Beddu, menegaskan bahwa calon direktur perusahaan air minum (PAM) Tirta Karajae setempat harus benar-benar memahami persoalan mendasar seputar air.
Menurutnya, tanpa pemahaman yang komprehensif, mustahil perusahaan dapat maju dan berbenah.
“Walikota harus memilih direktur yang paham tentang air, bukan asal tunjuk orang saja,” tegas HSL, yang juga merupakan seorang pengusaha kapal.
Peringatan ini disampaikan menyusul empat masalah kronis di tubuh PDAM Tirta Karajae yang hingga kini belum tuntas, meski jabatan direktur telah beberapa kali berganti.
Empat Masalah Krusial yang Menghantui PAM Tirta Karajae
Berikut adalah empat poin masalah yang diungkapkan oleh Syamsul Latanro:
1. Tingkat Kebocoran yang Tinggi dan Pelanggan Liar
Kebocoran air tidak hanya terjadi secara teknis, tetapi juga diduga kuat akibat aksi pelanggan liar. Praktik ini diduga melibatkan oknum tak bertanggung jawab, baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Sayangnya, penyelesaiannya terhambat karena adanya indikasi “permainan dana” yang pada akhirnya merugikan perusahaan.
2. Minimnya Armada Tangki dan Buruknya Layanan
Saat musim kemarau atau debit air menurun, operasional layanan hanya mengandalkan dua mobil tangki. Jumlah yang sangat terbatas ini tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat di 4 kecamatan dan 22 kelurahan. HSL mendesak pihak PAM untuk memprioritaskan penambahan armada guna memastikan ketersediaan air bersih bagi pelanggan, terlepas dari kondisi cuaca.
3. Rasio Karyawan yang Tidak Efisien
Perusahaan dinilai terlalu “gemuk” dengan jumlah karyawan yang tidak sebanding dengan beban kerja. Akibatnya, banyak karyawan yang tidak memiliki tugas jelas dan cenderung “santai”. HSL menyinggung praktik nepotisme, di mana setiap direktur yang masuk cenderung membawa keluarga dan sahabatnya sebagai tenaga honorer. Bahkan, keluarga pejabat juga ikut andil dalam perekrutan tanpa melalui proses seleksi terbuka. Hal ini membengkakkan biaya operasional, sementara produktivitas dan pelayanan justru menurun.
4. Beban Utang Akibat Tunggakan
PAM Tirta Karajae terus menanggung beban keuangan akibat tunggakan piutang yang menumpuk dan tidak tertangani dengan serius. HSL menyarankan agar perusahaan berkolaborasi dengan penegak hukum untuk menyelesaikan masalah utang ini secara cepat, guna mencegah kerugian yang berkelanjutan.
Perubahan Hanya Mungkin dengan Pemimpin yang Tepat
Keempat masalah ini, menurut HSL, akan terus berputar-putar tanpa penyelesaian jika pimpinan perusahaan tidak memiliki kapasitas dan pemahaman yang memadai.
“Kalau direktur terpilih tidak tahu masalah air, maka PAM Tirta Karajae akan tetap jalan di tempat,” pungkasnya. (*/Smr)