PAREPARE, timeberita.com – Di tengah derasnya arus transformasi digital dan eskalasi geoekonomi global, Muhammadiyah meluncurkan terobosan baru untuk memperkuat kedaulatan ekonomi umat. Melalui aplikasi multi layanan AJPAR, organisasi ini berupaya menahan laju aliran dana ke luar negeri sekaligus memberi solusi bagi pelaku usaha lokal, koperasi, UMKM, hingga pekerja lepas yang selama ini tertekan oleh dominasi raksasa digital asing seperti Grab, Gojek, Maxim, Shopee, Tiktok Shop, Lazada, hingga Alibaba.
Hadirnya platform-platform tersebut memang memudahkan masyarakat, namun juga memicu ketimpangan. Data Indonesia_id dari laporan Momentum Work mencatat, nilai penjualan gross merchandise value (GMV) layanan pesan antar makanan di Asia Tenggara pada 2023 mencapai 19,4 miliar dolar AS, naik 13 persen dari tahun sebelumnya. Namun, sebagian besar keuntungan bersih dan kepemilikan dikuasai perusahaan asing.
Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, bahkan menyoroti praktik pemotongan pendapatan driver hingga 50 persen per order tanpa dasar hukum yang jelas. Menurutnya, algoritma aplikasi bisa mengatur distribusi order berdasarkan pembayaran prioritas dari pengemudi, sementara beban biaya juga dikenakan kepada konsumen. “Kita sepertinya hidup bernegara tanpa negara. Pernah nggak kita lakukan audit investigatif untuk keuangan ini?” ujarnya.
Fenomena inilah yang mendorong lahirnya AJPAR, karya putra Muhammadiyah yang dirancang untuk menstabilisasi harga dan menjadi penyangga arus dana agar tidak terus mengalir ke luar negeri. Dengan tagline “Sekali Mendownload, Untung Berkali-kali”, AJPAR menawarkan sejumlah keunggulan, mulai dari biaya administrasi transfer antarbank hanya Rp1.500, potongan aplikasi untuk driver hanya 3–8 persen (dibandingkan 25–40 persen di platform lain), hingga fitur multiplayer, marketplace, grosir UMKM, jual beli barang bekas, dan layanan publik untuk pemerintah daerah.
Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekosistem ini. Data 2024 mencatat, organisasi tersebut memiliki sekitar 60 juta anggota, dengan jaringan 35 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), 475 Pimpinan Daerah (PDM), hampir 4.000 Pimpinan Cabang (PCM), lebih dari 14 ribu Pimpinan Ranting (PRM), 172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah–’Aisyiyah, 122 rumah sakit, 5.345 sekolah, dan 440 pesantren.
Strateginya, AJPAR akan dibumikan melalui jaringan MEBP Muhammadiyah di semua tingkatan. PWM Sulsel telah memulai langkah ini dengan peluncuran resmi di Kampus Unismuh Makassar, bekerja sama dengan PWM Sultra, disertai Diklat ToT selama dua hari yang melibatkan seluruh PDM, ortom, dan amal usaha Muhammadiyah. Para alumni diklat menjadi ujung tombak penyebaran dan pelatihan di daerah masing-masing.
Aplikasi ini menyasar empat kelompok utama pengguna:
1. Konsumen – Mendapatkan biaya transfer murah, harga merchant sama dengan harga toko, dan cashback untuk pembayaran tagihan.
2. Driver/Kurir – Memiliki tarif yang disepakati bersama PDM dan komunitas driver, dengan potongan aplikator rendah.
3. Merchant/UMKM – Dapat berjualan tanpa biaya tambahan, termasuk barang second, rumah, dan kavling.
4. Pemerintah Daerah – Mendapat aplikasi gratis untuk mengelola retribusi kebersihan, pasar, PBB, PDAM, PGN, hingga warung dan kafe, yang dapat meningkatkan PAD sekaligus menekan biaya pungut.
Ketua MEBP Muhammadiyah menegaskan, AJPAR adalah bagian dari gerakan jihad ekonomi Muhammadiyah untuk memperkuat kemandirian umat. Gerakan ini berlandaskan semangat Al-Ma’idah ayat 2, yaitu tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, yang kini diterjemahkan dalam bentuk kedaulatan digital.
Dengan kekuatan jaringan yang luas dan teknologi yang dimiliki, Muhammadiyah optimistis AJPAR akan menjadi ekosistem bisnis digital yang berpihak pada ekonomi umat sekaligus menekan dominasi platform asing di Indonesia.(**)