PAREPARE, timeberita.com – Seorang nasabah bernama NS melakukan protes setelah menerima tagihan BPJS Kesehatan melalui aplikasi WhatsApp senilai Rp 1.175.000. Tagihan ini dinilai aneh karena statusnya sebagai peserta mandiri telah berakhir, dan sebelumnya diketahui tunggakannya hanya sebesar Rp 580.500.
Kejadian ini memicu keresahan di kalangan peserta mandiri di wilayah Parepare, karena banyak yang menerima notifikasi tagihan dengan nominal yang tidak sesuai.
Awal Mula Kekeliruan
NS mengaku tidak pernah mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan mandiri, karena semua biaya kesehatannya dahulu ditanggung oleh pemerintah setempat. Ia pun heran ketika tiba-tiba mendapat tagihan yang membengkak pada tahun 2025.
Menanggapi hal ini, Kepala Cabang BPJS Kesehatan Parepare, dr. Muhammad Ali, angkat bicara. Setelah diklarifikasi ke pusat, data yang benar adalah tunggakan NS sebesar Rp 580.500 untuk 23 bulan iuran, dan angka ini bersifat tetap.
“Jika terjadi kenaikan, maka itu adalah kesalahan sistem kami di pihak ketiga yang ditangani vendor,” tegas Ali.
Vendor Diduga Sebagai Penyebab
Ali menjelaskan bahwa kekeliruan ini terjadi karena vendor (pihak ketiga) melakukan kesalahan input yang menyebabkan data tunggakan terduplikasi, sehingga nominalnya tampak membengkak dua kali lipat.
“Kami menyampaikan permohonan maaf kepada peserta atas ketidaknyamanan ini. Setelah kami telusuri, ternyata sumber kesalahan berasal dari sistem vendor pusat yang menduplikasi data penagihan,” ungkap Ali di ruang kerjanya, Kamis (30/10/2025).
Menurutnya, masalah ini terjadi pada Oktober lalu, di mana sistem vendor secara otomatis mengirimkan pesan tagihan (WA Blast) dengan nilai iuran yang keluar.
“Seharusnya nilai iuran yang tercatat hanya sebesar Rp586.500, tetapi data itu terkirim dua kali hingga muncul tagihan Rp1.173.000. Kesalahan ini berasal dari proses unggah data di vendor pusat,” jelasnya.
Pembaruan Data dan Konfirmasi ke Peserta
Perwakilan bagian keuangan BPJS Kesehatan, Fauzi, menegaskan bahwa persoalan ini telah diselidiki dan diperbaiki oleh kantor pusat. Ia meminta peserta untuk mengecek ulang melalui aplikasi Mobile JKN atau kanal pembayaran resmi.
“Kami sudah melakukan pembaruan data dan mengirimkan ulang pesan klarifikasi. Nilai iuran yang benar kini sudah muncul sesuai nominal seharusnya,” ujarnya.
Dari penelusuran lebih lanjut, diketahui bahwa NS tercatat sebagai peserta mandiri dari Oktober 2014 hingga Januari 2017, dengan iuran terakhir Rp25.500 per bulan. Statusnya kemudian berubah menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) pada November 2019.
“Tunggakan sebesar Rp580.500 berasal dari 23 bulan iuran yang belum dibayar sebelum statusnya berubah. Nilai ini tidak akan bertambah dan tidak lagi ditagihkan setelah koreksi,” pungkas Fauzi. (**)