{"remix_data":[],"remix_entry_point":"challenges","source_tags":[],"source_ids":{},"source_ids_track":{},"origin":"unknown","total_draw_time":0,"total_draw_actions":0,"layers_used":0,"brushes_used":0,"photos_added":0,"total_editor_actions":{},"tools_used":{"resize":1,"transform":1},"is_sticker":false,"edited_since_last_sticker_save":true,"containsFTESticker":false}
Oleh : Ibrahim Fattah, Akademisi UMPAR
Jalan Mallusetasi yang kita kenal saat ini sebelumnya adalah bibir pantai kemudian direklamasi. Jalan Mallusetasi sangat panjang, melintasi dua kelurahan yaitu kelrahan labukkang dan kelurahan cappa galung. Jalanan mallusetasi mulai dirintis pengerasannya sampai bisa dilalui kendaraan roda empat yaitu pada pada masa pemerintahan Bapak H. Mirdin Kasim, SH.
Bisa dibayangkan seandainya saat ini tidak ada jalan mallusetasi, mulai dari cappa galung hingga jalan andi cammi, maka sudah pasti kendaraan roda empat dari dan ke pusat kota Parepare di kota bawah akan menjadikan Jalan Bau Massepe sebagai satu-satunya akses untuk jalur transportasi darat. Sebuah jalur akses transportasi darat yang patut kita apresiasi.
Saat ini aktivitas perekonomin di sepanjang Jalan Mallusetasi, sekitar 5 km, perkembangannya sangat pesat terutama dengan tumbuhnya toko-toko pakaian dan oleh-oleh serta café-café bak jamur di musim hujan. Perkembangan yang sangat pesat itu, menjadikan kawasan ini sebagai pusat perekonomian yang cukup padat dan banyak pengunjungnya terutana di akhir pekan.
Selain banyaknya cafe yang berjejer di sepanjang jalan mallusetasii, kita juga bisa menyaksikan perahu nelayan tradisional yang diparkir di bibir pantai mallusetasi. Namun kondisi pantainya belum asri, estetikanya jauh dari standar pantai kota seperti pada pantai di kota-kota maju. Perahu-perahu nelayan itu bisa menjadi objek wisata jika mereka diberi edukasi wisata Bahari.
Keberadaan perahu-perahu ini di bibir pantai di jalan mallusetasi di bagian tengah, akan semakin menambah keramaian Jalan Mallustasi seandainya pantainya ditata dengan baik sehingga bisa menjadi salah satu destinasi wisata bahari. Pada saat yang sama, masyarakat dan pengunjung sekitar pantai mallusetasu diberi edukasi menjaga kebersihan Pantai.
Orang bisa menyewa perahu itu untuk memancing atau sekedar mengitari pantai mallusetasi, bahkan bisa menyeberang ke pulau kamerrang atau dating berbelanja di pasar ujung lero. Para pengunjung café di bibir Pantai mallusetasi, mereka bisa memesan minuman atau makanan dari café di Seberang jalan sambil menikmati keindahan pantai mallusetasi.
Perlu dibangun paradigma kolaborasi bisnis yang saling menguntungkan (symbiosis mutualisme) antara pemilik café, nelayan dan masyarakat atau pengunjung pantai mallusetasu. Para pihak ini masing-masing saling mendapatkan manfaat ekonomi satu sama lainnya Sedangkan Pemda dalam posisi membuat kebijakann-mengatur pola kerjasamanya.
Pantai mallusetasi itu sesungguhnya anugerah Tuhan yang diberikan kepada kita untuk dikelola untuk kemaslahatan bersama. Posisi strategis ini jika dimanfaatkan dengan baik niscaya akan menjadi magnet atau daya tarik bagi masyarakat umum dari berbagai daerah khususnya bagi mereka yang membutuhkan objek wisata alternatif yaitu wisata bahari.
Perlu dipikirkan pengelolaan pantai mallusetasi sebagai objek wisata bahari. Bagi mereka pecinta pantai atau yang hoby memancing ikan atau ingin merasakan naik perahu, tentu bagi masyarakat sekitar atau nelayan tradisional bisa ikut mendapat manfaat ekonomi melalui penyewaan perahu-perahu. Bagaimana pendapat anda agar pantai mallusetasi bisa menjadi daya tarik, bagi masyarakat luas?… Jangan lupa bahagia. (**)